Sabtu, 10 Mei 2008

PENGKAJIAN KEPALA DAN LEHER



PENGKAJIAN KEPALA DAN LEHER



Kepala merupakan organ tubuh yang perlu dikaji, karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting. Dalam pengkajian kepala, selain mengkaji kepala, maka organ-organ yang ada di kepala juga dikaji seperti mata, telinga, hidung, mulut serta leher
Kepala
Tujuan pengkajian kepala adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Pengkajian diawali dengan inspeksi kemudian palpasi.
1. Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (tergantung pada kondisi pasien dan jenis pengkajian yang akan dilakukan).
2. Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya
3. Lakukan inspeksi yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan muka, tengkorak, warna dan distribusi rambut serta kulit kepala. Muka normalnya simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan muka dapat merupakan suatu petunjuk adanya kelumpuhan/parese saraf ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontl menghadap ke depan dan bagian parietal menghadap ke belakang. Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang dan kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan, tumor maupun bekas luka/sikatrik.
4. Pengkajian dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala. Palpasi tulang tengkorak pada bayi dilakukan juga dengan tujuan untuk mengetahui ukuran fontanela.
Mata
Secara umum tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata.

Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola mata, kelompak mata, konjungtiva, sclera dan pupil.
1. Amati bola mata terhadap adanya protrusis, gerakan mata, medan penglihatan dan visus.
2. amati kelompak mata, perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada kelainan dengan cara sebagai berikut :
a. anjurkan pasien melihat ke depan
b. bandingkan mata kanan dan mata kiri
c. anjurkan pasien menutup kedua mata
d. amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian pinggir kelompak mata, catat setiap ada kelainan misalnya adanya kemerah-merahan
e. amati pertumbuhan rambut pada kelompak mata terhadap ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata
3. Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
b. Amati konjungtiva, untuk mengetahui ada/tdaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi serta lokasinya
c. Tarik kelompak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal misalnya anemic
e. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas yaitu dengan cara membuka/membalik kelopak mata atas dengan perawat berdiri di belakang pasien
f. Amati warna sclera waktu memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.
4. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut miosis, amat kecil disebut pin point, sedangkan pupil yang melebar/dilatasi disebut midriasis.
Inspeksi gerakan mata
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula
c. Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitude (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu)
d. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi
e. Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm
f. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda, dan jaga posisi kepala pasien tetap. Gerakkan jari anda ke 8 arah, untuk mengetahui fungsi 6 otot mata
Inspeksi medan penglihatan
a. Berdirilah di depan pasien
b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa
c. Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung anda
d. Gerakkan jari anda pada suatu garis vertical/dari samping, dekatkan ke mata pasien secara perlahan-lahan
e. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari anda
f. Kaji mata sebelahnya
Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan)
a. Siapkan kartu snellen/kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak
b. Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 cm dari kartu snellen
c. Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca dengan jelas
d. Beritahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan
e. Pemeriksaan mata kanan dengan cara pasien disuruh membaca mulai huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien
f. Selanjutnya pemeriksaan mata kiri
Palpasi
Palpasi pada mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata dan untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti diperlukan alat tonometri yang memerlukan keahlian khusus. Palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata dapat dikerjakan sebagai berikut :
1. Beritahu pasien untuk duduk
2. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata
3. Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi maka mata teraba keras.
Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan alat optalmoskop. Untuk dapat melakukan hal ini maka diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang memadai serta ketrampilan khusus dalam mempergunakan alat. Langkah kerja pengkajian funduskopi adalah :
1. Atur posisi pasien duduk di kursi
2. Beritahu pasien tetntang tindakan yang akan dikerjakan
3. Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek misalnya tropisamide (bila tidak ada kontra indikasi).
4. Atur cahaya ruangan agak redup
5. Duduk di kursi dihadapan pasien
6. Beritahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip
7. Bila pasien atau anda memakai kaca mata, hendaknya dilepas dahulu.
8. Pegang optalmoskop atur lensa pada angka 0, nyalakan dan arahkan pada pupil mata dari jarak sekitar 30 cm sampai anda temukaan red reflex yang merupakan cahaya pancaran dari retina. Bila letak optalmoskop tidak tepat, maka red reflex tidak akan muncul. Red reflex juta tidak muncul pada berbagai gangguan misalnya katarak.
9. Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan optalmoskop pelan-pelan ke mata pasien. Bila pasien miopi maka atur control kea rah negative (merah). Bila psien hipermiopi atur control kea rah positif (hitam).
10. Amati fundus secara sistematis diawali dengan mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan kelainan. Lanjutkan pengamatan dengan membandingkan ukuran arteri dan vena yang normalnya mempunyai perbandingan 4 : 5. kemudian amati warna macula yang normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati discus optikus terhadap warna, batas dan pigmentasinya. Normalnya discus optikus berbentuk melingkar, warna muda agak kuning, batas terang dan tetap dengan jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati retina terhadap warna, kmungkinan ada perdarahan dan setiap ada kelainan
11. Bandingkan mata kanan dan kiri
12. Catat hasil pengkajian.
13. Setelah selesai pengkajian, teteskan pilocarpine 2% untuk menetralisir dilatasi pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropisamide).
Telinga
Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani dan pendengaran. Alat-alat yang perlu dipersiapkan dalam pengkajian telinga antara lain otoskop, garpu tala dan arloji.
Inspeksi dan palpasi
1. Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat diatur duduk di pangkuan orang lain.
2. Atur posisi anda duduk menghadap pada sisi telinga pasien yang akan dikaji
3. Untuk pencahayaan, gunakan auroskop, lampau kepala atau sumber cahaya yang lain sehingga tangan anda akan bebas bekerja
4. Mulailah mengamati telinga luar, periksa keadaan pinna terhadap ukuran, bentuk, warna, lesi dan adanya massa.
5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan jempol dan jari penunjuk
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan luna, kemudian jaringan keras dan catat bila ada nyeri
7. Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun telinga. Bila ada peradangan amka pasien akan merasa nyeri
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan
9. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga bagian dlam
10. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan kebelakang sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah.
11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan terhadap ada atau tidaknya peradangan, perdarahan atau kotoran
12. Dengan hati-hati masukkan otoskop yang menyala ke dalam lubang telinga
13. Bila letak otoskop sudah tepat, letakkan mata diatas eye-piece
14. Amati dinding lubang telinga terhadap kotoran, serumen, peradangan atau adanya benda asing
15. Amati membrane timpani mengenai bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi atau terhadap adanya darah/cairan.
Pemeriksaan pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana pendengaran dapat dipemeriksaan dengan menggunakan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah dapat mengetahui adanya bisikan. Bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, maka pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan garpu tala, atau test audiometric (oleh spesialis).
1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar 4,5 sampai dengan 6 meter
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak dipemeriksaan
3. Bisikkan suatu bilangan (misalnya tujuh enam).
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang di dengar
5. Pemeriksaan telinga yang satunya dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien
Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan dapat pula dikerjakan dengan menggunakan arloji dengan langkah kerja sebagai berikut :
1. Pegang sebuah arloji di samping telinga pasien
2. Suruh pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji
3. Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan suruh pasien menyatakan bila tak dapat mendengar lagi. Normalnya detak arloji masih dapat di dengar sampai jarak sekitar 30 cm
4. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
Pemeriksaan pendengaran dengan garputala
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pendengaran secara lebih teliti. Pemeriksaan garputala dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan Rinne dan Pemeriksaan Weber. Pemeriksaan Rinne dilakukan untuk membandingkan antara konduksi udara dengan konduksi tulang sedangkan pemeriksaan Weber digunakan untuk mengetahui lateralisasi fibrasi (getaran, yang dirasakan baik oleh telinga kanan maupun kiri).
Pemeriksaan pendengaran ini harus dilakukan diruang yang tenang (tidak gaduh). Pemeriksaan pendengaran dengan garputala dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pertama (Rinne)
a. Vibrasikan garputala
b. Letakkan garputala pada mastoid kiri pasien
c. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi
d. Angkat garputala dan pegang di depan telinga kiri pasien dengan posisi garputala parallel terhadap lubang telinga luar pasien.
e. Anjurkan pasien untuk memberitahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak. Normalnya suara getaran masih dapat di dengarkan karena konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang
2. Pemeriksaan kedua (Weber)
a. Fibrasikan garputala
b. Letakkan garputala di tengah-tengah dahi pasien
c. Tanya pasien mengenai sebelah mana telinga mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang, sehingga getaran dirasakan di tengah-tengah kepala
d. Catat hasil pemeriksaan pendengaran.
3. Determinasikan apakah pasien mengalami gangguan konduksi tulang, udara atau keduanya.
Hidung dan Sinus-sinus
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam lalu sinus-sinus. Peralatan yang dipersiapkan antara lain : otoskop, speculum hidung, cermin kecil dan sumber penerrangan/lampu.
Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan palpasi sinus-sinus
1. Duduklah menghadap pada pasien
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan samping dan sisi atas. Perhatikan bentuk atau tulang hidung dan ketiga sisi ini
3. Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan pembengkakan
4. Amati kesimetrisan lubang hidung
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan ketidaknormalan kulit atau tulang hidung
6. Kaji mobilitas septum hidung
7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis, perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
Inspeksi hidung bagian dalam
Untuk dapat melakukan inspeksi hidung bagian dalam, maka ada beberapa peralatan yang diperlukan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin kecil dan lampu.
1. Duduk menghadap kearah pasien
2. Pasang lampu kepala
3. Atur lampu sehingga sesuai untuk menerangi lubang hidung
4. Elevasikan ujung hidung pasien dnegan cara menekan hidung secara ringan dengan ibu jari anda, kemudian amati bagian enterior lubang hidung
5. Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya perfusi
6. Amati bagian turbin inferior
7. Pasang ujung speculum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati
8. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka atur posisi kepala sedikit menengadah
9. Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah diamati
10. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding-dinding rongga hidung serta selaput lender pada rongga hidung (warna, sekresi, bengkak).
11. Bila sudah selesai, lepas speculum secara perlahan-lahan
Pengkajian patensi hidung
Pengkajian ini dilakukan terutama bila dicurigai adanya sumbatan atau deformitas pada rongga hidung bagian bawah..
1. Duduklah dihadapan pasien
2. Gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung pasien, suruh pasien menghembuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan hembusan udara tersebut. Normalnya udara dapat dihembuskan dengan jelas.
3. Kaji lubang hidung satunya.
Mulut dan Paring
Pengkajian mulut dan paring dilakukan dengan posisi pasien duduk. Pengkajian dimulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit mulut kemudian faring.
Inspeksi
1. Bantu pasien duduk berhadap dengan anda, dengan tinggi yang sejajar
2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kengenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi dan massa
3. Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan membuka mulut
4. Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan penekan lidah untuk menekan lidah sehingga gigi akan tampak lebih jelas.
5. Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah, ukuran, warna, esi atau adanya tumor. Amati juga secara khusus pada akar-akar gigi dan gusi
6. Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri, kanan atas dan bawah dan anjurkan pasien untuk memberitahu bila merasa nyeri sewaktu diketuk
7. Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kebersihan mulut dan bau mulut
8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Suruh psien menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan, warna, ulkus maupun setiap ada kelainan
9. Amati selaput lender mulut secara sistematis pada semua bagian mulut mengenai warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan.
10. Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak bila capai, lalu lanjutkan dengan inspeksi paring dnegan cara pasien dianjurkan membuka mulut, tekan lidah ke bawah pasien sewaktu pasien berkata "ah". Amati paring terhadap kesimetrisan ovula.
Tujuan palpasi pada mulut terutama untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada mulut yang dapat diketahui dengan palpasi, yang antara lain meliputi pipi, dasar mulut, palatum/langut-langit mulut dan lidah.
1. Atur posisi psien duduk menghadap anda
2. Anjurkan pasien membuka mulut
3. Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada di dalam_. Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap adanya tumor atau pembengkakan. Bila pembengkakan determinasikan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah sekitar dan adanya nyeri.
4. Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk, rasakan terhadap adanya pembengkakan dan fisura.
5. Palpasi dasar mulut dneganc ara pasien disuruh mengatakan "el" kemudian palpasi dilakukan pada dasar mulut secara sistematis dengan jari penunjuk tangan kanan. Bila diperlukan beri sedikit penekanan dengan ibu jari dari bawah dagu untuk mempermudah palpasi. Catat bila di dapatkan pembengkakan.
6. Palpasi lidah dnegan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kassa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.
Leher
Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuan pengkajian leher secara umum adalah untuk mengetahui bentuk leher serta organ-organ penting yang berkaitan.
Inspeksi
1. Anjurkan pasien untuk melepas baju
2. Atur pencahayaan yang baik
3. Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa. Inspeksi dilakukan secra sistematis mulai dari garis tengah sisi depan leher, dari samping dan dari belakang. (bentuk leher yang panjang dan ramping umumnya ditemukan pada orang berbentuk ektomorf, orang dengan gizi jelek atau orang dengan TBC paru, leher pendek dan gemuk di dapatkan pada orang berbentuk endomorph atau obesitas). Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan merah, bengkak, panas dan nyeri tekan bila mengelami peradangan.
4. Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
Palpasi
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea. Kelenjar limfe sulit dipalpasi pada orang yang sehat atau orang gemuk. Sebaliknya pada orang yang kurus akan lebih mudah ditemukan. Pembesaran kelenjar limfe dapat disebabkan oleh berbagai penyakit misalnya peradangan akut/kronis dikepala, orofaring, kulit kepala atau daerah leher. Juga terjadi pada beberapa kasus infeksi seperti tuberkulose, atau spilis. Pembesaran limfe disebut adenopati limfe.
Palpasi kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran tiroid (gondok) yang biasanya disebabkan oleh kekurangan gram zodium. Bentuk kelenjar tiroid dapat diketahui jika kepala pasien ditengadahkan sambil pasien disuruh menelan ludah (air), sementara perawat melakukan palpasi kelenjar tersebut.
Kedudukan trakea perlu dikaji karena dapat sebagai petunjuk terhadap adanya gangguan misalnya trakea yang bergeser ke salah satu sisi dapat merupakan petunjuk adanya proses desak ruang atau fibrosis pada paru-paru maupun mediastinum. Trakea akan tertarik pada keadaan terjadi proses fibrosis dan akan terdorong pada keadaan terjadi pendesakan ruang.
Cara kerja palpasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea adalah :
1. Duduklah di hadapan pasien
2. Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi perawat pemeriksa sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks
3. lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-batas ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang terdiri dari :
a. Preaurikular – di depan telinga
b. Posterior aurikuler – superficial terhadap prosesus mastoidius
c. Osipital – di dasar posterior tulang kepala
d. Tonsilar – disudu mandibua
e. Submaksilaris – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibula
f. Submental – papa garis tengah beberapa cm di belakang ujung mandibula
g. Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoidius
h. Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapesius
i. Servikal dalam – dalam sternomastoid dan sering tidak dapat dipalpasi
j. Supraklavikula – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan sternomastoidius.
4. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :
a. Letakkan tangan anda pada leher pasien
b. Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan jari tengah
c. Suruh pasien menelan atau minum untuk memudahkan palpasi
d. Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di belakang pasien, tangan diletakkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga
e. Bila teraba kelenjar tiroid maka determinasikan menurut bentuk, ukuran, konsistensi dan permukaannya.
5. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri di samping kanan pasien. Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah dan kesamping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
Mobilisasi leher
Pengkajian mobilisasi leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher. Pengkajian ini dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan data yang akurat maka leher dan dada bagian atas harus bebas dari pakaian dan perawat berdiri/duduk dibelakang pasien.
1. Lakukan pengkajian mobilitas leher secara aktif. Suruh pasien menggerakkan leher dengan urut-urutan sebagai berikut:
a. Antefleksi, normalnya 45o
b. Dorsifleksi, normalnya 60 o
c. Rotasi ke kanan, normalnya 7 0o
d. Rotasi ke kiri, normalnya 70o
e. Lateral fleksi ke kiri, normalnya 40o
f. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40o
2. Determinasikan sejauh mana pasien mampu menggerakkan lehernya. Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi, tanpa gangguan
3. Bila diperlukan lakukan pengkajian mbilitas secara pasif dengan cara kepala pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakkan dengan urut-urutan yang sama seperti pada pengkajian mobilitas leher secara aktif.